Pakaian Adat Pengantin Betawi Untuk Pria Disebut

Pakaian Pengantin Betawi

Sesuai namanya, Pakaian Pengantin Betawi diperuntukkan pasangan yang menikah. Seperti pakaian pengantin di daerah lainnya, Pakaian pengantin Betawi ini memiliki ciri khas dan keistimewaan pakaian adat lain dari daerah yang sama. Karena pernikahan adalah peristiwa yang sakral.

Pakaian pengantin Betawi ini merupakan perpaduan dari budaya Arab, China, India, dan Eropa sehingga tidak heran jika pakaian adat Betawi satu ini memiliki model yang cukup unik. Untuk pria, pakaian pengantinnya bernama Dandanan Care Haji. Sementara untuk wanita, pakaian pengantinnya bernama Dandanan Care None Pengantin Cine.

Bagaimana setelan pakaian pengantin tersebut? Yuk Grameds kita bahas agak dalam di bawah ini.

Pakaian ini terdiri atas jubah panjang yang berwarna cerah dan penutup kepala berupa surban. Warna surban menyesuaikan dengan warna jubah dan dihiasi dengan manik-manik cerah. Di bagian depan sebelah kiri terdapat untaian bunga melati yang menjuntai hingga bahu.

Pakaian untuk mempelai wanita ini terdiri dari dari banyak jenis, mulai dari pakaian atas, bawahan, mahkota, dan perhiasan. Di bawah ini akan kita bahas satu per satu bagiannya.

Baju bagian atas berupa blus yang terbagi beberapa model, yang terkenal model baju kurung Melayu dan model Shanghai China. Tuaki tampak gemerlap dan penuh dengan kemilau. Baju ini juga dihiasi dengan manik-manik keemasan terutama pada sekitar dada, bahu, dan kedua ujung lengan.

Padanan dari Tuaki yang menjadi bawahan ini berupa rok yang bentuknya melebar di bagian bawahnya. Panjangnya hingga mata kaki wanita yang mengenakannya. Kun seringkali juga dihiasi dengan benang tebar dengan warna dan kombinasi yang sesuai dengan atasannya.

Aksesoris ini terbuat dari beludru yang dihiasi logam dengan motif bunga tanjung. Teratai merupakan perhiasan yang diletakkan di bahu dan dada sehingga keduanya tertutup. Jumlahnya ada delapan lembar yang disusun secara simetris sehingga terlihat rapi dan estetik.

Konon, tusuk konde ini mirip dengan huruf lam dalam Bahasa Arab yang melambangkan keesaan Allah dalam agama Islam. Tusuk konde ini dipakai dengan cara menusukkannya pada siangko kecil penutup simpul tali cadar.

Siangko bercadar merupakan penutup wajah seperti cadar meski tidak menutup wajah seluruhnya. Pada umumnya, Siangko ini terbuat dari emas atau perak dan panjangnya 30 cm menjuntai ke bawah di depan wajah.

Siangko melambangkan kesucian seorang gadis yang terjaga dengan baik. Tidak hanya itu, dari Siangko yang digunakan, status sosial pengantin dapat dikenali. Bila pengantin menggunakan Siangko, biasanya yang menikah merupakan orang kalangan menengah ke atas.

Hiasan ini juga dikenal dengan sebutan kembang besar yang jumlah empat buah namun bentuknya juga mirip dengan burung Phoenix. Jika kita ingat tentang burung legenda ini, ia suka terbang tinggi ke angkasa dan suka bersiul dengan indah sebagai simbol kebahagiaan.

Dengan demikian, kedua mempelai diharapkan bisa bahagia dalam menjalani hidup berumah tangga.

Konon, sumping ini jika dipakai oleh pengantin yang sudah tidak gadis alias perawan, maka mempelai wanita akan mengalami pusing bahkan parahnya bisa sampai pingsan.

Perpaduan antara anting dan giwang yang dijadikan satu sebagai perhiasan telinga mempelai wanita.

Grameds, akhirnya kita sudah selesai membahas pakaian adat Betawi. Jangan lupa ya, jika Anda mencari #SahabaTanpaBatas dalam menyelami ilmu pengetahuan, Gramedia akan selalu jadi yang terdepan dengan buku-buku terbaik pilihan kami.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Pakaian Adat Betawi  – Grameds, Anda pernah menonton serial maupun film Si Doel Anak Sekolahan yang melegenda itu? Beberapa cuplikannya, menampilkan pakaian adat Betawi. Pakaian adat ini juga seringkali ditampilkan dalam Pekan Raya Jakarta untuk memperkenalkan ragam budaya di Jakarta. Grameds, yuk langsung aja kita bahas pakaian adat suku Betawi.

Jenis, Keunikan, Fungsi, dan Penjelasan Pakaian Adat Betawi

Grameds akan menyaksikan festival yang meriah di Provinsi DKI Jakarta setiap tanggal 22 Juni. Pada tanggal tersebut, DKI Jakarta sebagai ibukota negara kita memperingati hari lahirnya. Peringatan tersebut dirayakan dengan diadakannya Pekan Raya Jakarta yang menampilkan ragam budaya Jakarta, termasuk Betawi. Mulai dari kuliner, musik, pertunjukan, hingga pakaian adat juga tampil dalam acara tersebut.

Sebagai ibukota negara, tak heran jika kemeriahan tersebut ikut dirasakan seluruh wilayah di Indonesia. Bahkan tidak jarang para presenter TV yang melakukan liputan berita turut mengenakan pakaian adat Betawi. Dari yang ditampilkan pakaian adat tersebut, sekilas dapat menggambarkan model, warna, hiasan, dan motif yang beragam macamnya. Tidak jarang ada campuran budaya Melayu, Islam, China, Arab, India, Belanda, dan lain-lain.

Sebagai suku yang tumbuh di ibukota, patut kiranya kita mengenali lebih dalam suku ini. Grameds, mari kita bahas satu per satu dengan detail agar kita bisa mengenali pakaian adat Betawi ini.

Salah satu pakaian adat Betawi yang paling sering ditampilkan adalah Kebaya Encim untuk wanita. Baik dari gadis remaja, perempuan muda, hingga perempuan setengah baya Betawi menggemari kebaya yang simpel, sederhana, namun tetap bisa menampilkan kesan keanggunan ini.

Pakaian adat Betawi satu ini kerapkali digunakan saat momen-momen Pekan Raya Jakarta, seragam karyawati instansi pemerintah dan swasta, peringatan hari besar, menerima tamu istimewa, pentas seni budaya, dan acara-acara lainnya.

Di masa lalu, saat budaya Eropa masih memiliki pengaruh yang kuat di Batavia atau Jakarta, kebaya ini terbuat dari kain berbahan lace atau brokat buatan Eropa yang dikombinasikan dengan bordiran penduduk lokal. Hasilnya, kebaya tersebut tampak seperti langsung dibordir. Bordiran tersebut biasanya bermotif bunga yang dapat Anda temukan pada bagian bawah kebaya atau pergelangan tangan.

Bordiran yang digunakan dalam Kebaya Encim ini juga beragam, salah satunya bordiran yang berlubang banyak yang disebut kerancang. Jaman dulu, kerancang lembut dan tampilannya halus mendekati sempurna.

Sekarang, pembuatan kerancang banyak yang menggunakan bantuan teknologi komputer. Hasilnya memang lebih cepat dan lebih inovatif namun kerancang tersebut terasa agak kasar, keras, dan kurang sempurna. Jika dibandingkan dengan kerancang yang dibuat dengan tangan, hasilnya sangat jauh.

Bagian leher membentuk huruf V (V-neck). Model asli Kebaya Kerancang meruncing ke bawah di bagian muka bawahnya. Runcingan tersebut berukuran 12 cm sampai 30 cm dari dasar panggul wanita. Model meruncing ini disebut dengan Kebaya Sonday.

Kemudian bawah lengan melebar sehingga tampak agak sedikit besar dibandingkan ukuran lingkaran di pangkal lengan. Model yang disebut Kebaya Model Goeng ini kembali diminati oleh banyak kalangan wanita masa kini. Kebaya Encim mengalami modifikasi dan modernisasi dengan adanya bahan-bahan seperti brokat, silk, organdi, sutra alam, dan lainnya.

Sebagai bawahannya, Kebaya Encim dipadukan dengan kain sarung dengan model yang beragam. Mulai dari model buket, pucuk rebung, kain pagi sore (kain panjang yang disarungkan di pinggang, buket, tumbak, atau belah ketupat. Namun demikian, banyak remaja putri yang memadukan Kebaya Encim dengan celana panjang ataupun rok panjang.

Pada awalnya, tidak terdapat selendang pada setelan Kebaya Encim. Namun seiring berjalannya waktu, penambahan selendang menjadi modifikasi pakaian adat Betawi ini. Hasilnya di luar dugaan, penggunaan selendang ternyata dapat menjadikan wanita yang mengenakannya lebih berwibawa dan lebih resmi.

Pada umumnya, rambut wanita yang mengenakan dihias dengan mengan menggunakan sanggul dengan model yang disesuaikan dengan keinginan pemakainya. Kemudian jika mau, dipasangkan kerudung dengan menampakkan sedikit rambut bagian depan. Namun bagi wanita berhijab, tidak perlu menggunakan sanggul. Jilbab yang telah dikenakan cukup dilapisi kerudung dengan menampakkan jilbab bagian depan dan lehernya.

Untuk menambah kecantikan, para wanita mengenakan perhiasan berupa anting air seketel atau giwang asur, peniti rantai susun tiga, cincin bermata, gelang listering atau gelang ular, dan kalung tebar. Yang terpenting, perpaduan perhiasan dan pakaian serasi. Sehingga terserah mana saja yang ingin dipakai.

Para wanita menggunakan selop tertutup sebagai alas kaki. Paduan Kebaya Encim dari atas hingga bawah bertujuan untuk memelihara kehormatan dan keanggunan perempuan. Filosofi dari pakaian adat Betawi satu ini adalah keindahan, kedewasaan, kecantikan, keceriaan, kearifan, serta taat aturan dan tuntunan leluhur.

Baju Sadaria digunakan oleh para laki-laki Betawi dan seringkali dipasangkan dengan Kebaya Encim. Pakaian ini sering digunakan dalam festival Abang None dan juga Pekan Raya Jakarta. Penampilan pakaian yang sederhana namun bersahaja ini tentu familiar bagi Grameds semua.

Baju Sadaria ini berupa baju taqwa atau baju koko yang berkerah Shanghai (kerah tertutup) setinggi 3-4 cm. Umumnya pakaian ini berwarna putih dan berlengan panjang. Jika dilihat dari sejarah, pakaian ini banyak terinspirasi oleh budaya China yang para lelakinya banyak mengenakan baju koko. Disebut baju koko karena pakaian ini banyak dipakai oleh para koko (kakak laki-laki dalam bahasa Mandarin).

Baju Sadaria terbuat dari kain katun, namun terkadang ada juga yang terbuat dari kain sutra dan sutera alam linen. Baju ini berkancing dari atas sampai bawah serta mempunyai saku di sisi kanan dan kiri bagian bawahnya. Tidak jarang di sisi samping bagian bawah diberi belahan sekitar 15 cm agar pria yang mengenakannya tidak merasa terlalu ketat dan agak bebas.

Terkadang, Baju Sadaria diberi bordiran pada kerah bagian tengah atau sebelah kanan kiri. Bahan yang dipilih dalam membuat bordiran tersebut bisa katun, sutera alam, atau lainnya.

Baju Sadaria dipadankan dengan dua pilihan celana. Yakni, celana bahan yang panjang berwarna gelap atau celana panjang komprang dengan motif batik.

Pemilihan celana akan mempengaruhi alas kaki yang harus dikenakan. Jika celana panjang gelap yang dipilih, maka sepatu pantofel yang pantas dikenakan agar tampak selaras. Jika celana panjang batik dengan model komprang yang digunakan, maka sandal terompah lebih cocok untuk dipilih sebagai alas kaki.

Sebagai pelengkap, para pria Betawi menggunakan kopiah (peci) berwarna hitam polos sebagai penutup kepala. Kemudian terdapat kain sarung yang dilipat (cukin) digantungkan di leher yang biasanya dipegang dengan kedua tangan saat sesi foto. Tujuan pemakaian cukin untuk dijadikan sarung atau sajadah saat melakukan ibadah shalat, senjata atau alat untuk melawan penjahat yang ditemui.

Baju Sadaria ini dipakai oleh karyawan dari instansi pemerintah ataupun swasta pada waktu-waktu tertentu, acara adat, atraksi pariwisata, menyambut tamu istimewa, dan peringatan hari besar. Tidak ada filosofi khusus dari pakaian ini. Hanya saja pakaian ini untuk menunjukkan identitas pemakainya sebagai laki-laki yang rendah hati, dinamis, sopan, dan memiliki wibawa.

Pakaian adat Betawi yang satu ini sering dipakai oleh para jawara Betawi yang notabene para pendekar. Satu setel pakaian ini terdiri dari Baju Tikim dan Celana Pangsi. Hanya saja, belakangan ini pakaian ini lebih dikenal dengan Baju Pangsi.

Berdasarkan catatan sejarah, Baju Tikim dan Celana Pangsi mendapatkan pengaruh dari budaya China. Baju Tikim berasal dari Bahasa Hokkian, yakni Tui Kim. Dan Celana Pangsi berasal dari Phang Si. Keduanya diadaptasi dari pakaian orang-orang China yang tinggal di Batavia.

Baju Pangsi ini memiliki bentuk leher bulat seperti huruf O atau Bahasa kekiniannya O-neck. Disertai dengan lengan panjang, Baju Pangsi dibuat dengan ukuran yang longgar dibanding ukuran tubuh pemakainya.

Dulunya, baju ini dibuat tanpa kancing namun sekarang umumnya menggunakan kancing. Para pria Betawi mengenakan kaos putih polos sebagai lapisan dalam Baju Pangsi sehingga terkadang baju tersebut bisa dilepas kancingnya.

Sedangkan Celana Pangsi merupakan celana panjang yang agak longgar sehingga tampak kebesaran. Warna celana disesuaikan dengan warna baju yang digunakan. Dulunya, pakaian adat Pangsi ini digunakan oleh laki-laki Betawi dalam kegiatan sehari-hari. Namun seiring perkembangan jaman, pakaian ini lebih banyak dikenakan oleh para jawara, pendekar, jagoan, main pukulan, dan petani Betawi.

Di pinggang laki-laki Betawi, tersemat ikat pinggang yang ukurannya lebih lebar daripada ikat pinggang biasa. Dan di lehernya, terdapat kain sarung yang dilipat rapi. Fungsi sarung ini bermacam-macam karena bisa untuk sajadah dan sarung saat sholat serta senjata saat duel.

Warna Baju Pangsi Betawi ini tidak hanya hitam, namun ada juga warna merah, hijau, dan putih. Masing-masing warna memiliki arti tersendiri. Baju Pangsi berwarna putih atau krem biasanya digunakan oleh jago silat yang juga merupakan pemuka agama.

Ilmu agama yang didpatakan oleh pesilat tersebut didapatkan dari berguru kepada Engkong Haji. Baju Pangsi hitam biasanya digunakan oleh para centeng. Dan Baju Pangsi warna merah digunakan oleh seseorang yang memiliki kemampuan silat dan ilmu agama yang tinggi sehingga tidak dapat diragukan lagi kemampuannya.

Warna baju tersebut tentunya berpengaruh pada warna atribut lainnya, misalnya peci. Warna atribut tersebut menandakan siapa orang yang memakai baju tersebut. Pada jaman dulu, siapapun yang memakai peci merah adalah orang yang diakui oleh masyarakat sebagai orang yang ilmunya sudah tinggi, tukang jalan, dan telah banyak makan asam garam alias punya banyak pengalaman. Jika peci sudah turun tangan, keadaan sudah luar biasa gentingnya.

Jika diibaratkan dengan jaman sekarang, peci merah mungkin bisa disamakan dengan baret merah. Orang-orang pemakai peci merah merupakan ujung tombak perlawanan terhadap apapun yang dianggap sebagai pengganggu keamanan, ketentraman, dan kedamaian masyarakat.

Oleh karena itu, peci merah beserta Baju Pangsi merah merupakan pakaian yang sakral dan tidak bisa digunakan oleh sembarang orang. Namun demikian, jika penggunaannya untuk keperluan seni, pakaian ini boleh digunakan oleh orang biasa.

Sekilas Mengenai Betawi

Suku Betawi merupakan orang-orang yang merupakan keturunan dari penduduk di Kota Batavia. Kota ini merupakan nama lama Kota Jakarta saat berada dalam masa penjajahan Belanda. Nama Betawi sendiri berasal dari Batavia, lalu berubah menjadi Batavia, Batawi dan kemudian menyesuaikan lidah masyarakat lokal menjadi Betawi. Saat ini, suku Betawi banyak tinggal di area Jabodetabek dan sekitarnya. Secara biologis, suku ini sebenarnya perpaduan antar etnis karena di Batavia terdapat berbagai macam etnis yang kemudian menikah dan melahirkan keturunan.

Perpaduan antaretnis tersebut berasal dari suku lain yang merantau ke Batavia seperti suku Jawa, Sunda, Melayu, Bugis, Batak, Tionghoa, Arab, Inggris, Belanda, Portugis, Ambon, Bali, dan lain-lain. Secara keseluruhan, baik dari tradisi, budaya, kebiasaan, kesenian, kuliner, suku Betawi banyak terinspirasi dari Melayu, Islam, dan Tionghoa. Terlebih corak Melayu dan Islam sangat kental di sana.

Sekarang, keberadaan suku Betawi menjadi minoritas karena banyaknya penduduk luar daerah datang ke Jakarta. Saat ini, suku ini, baik orangnya ataupun budayanya, agak terpinggirkan dari kehidupan sehari-hari warga Jakarta. Untuk mengatasi hal itu, di Jakarta didirikan cagar budaya yang berada di Situ Babakan.

Pakaian Bangsawan Ujung Serong

Selanjutnya pakaian adat Betawi yang dikhususkan untuk para bangsawan dan demang. Pakaian ini dinamakan Pakaian Bangsawan atau Ujung Serong dan umumnya hanya digunakan oleh para laki-laki.

Pakaian satu ini sering digunakan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai negeri Sipil (PNS) di kantor pemerintah, acara pernikahan sebagai tamu atau wali, peringatan hari besar, menyambut tamu istimewa, dan acara-acara resmi lainnya.

Sebagai lapisan dalam, pria Betawi menggunakan kemeja putih. Kemudian jas tutup berwarna hitam atau gelap digunakan setelah kemeja putih. Sebagai bawahan, digunakan celana pantalon berwarna senada dengan jas tertutup. Kemudian di pinggang dililitkan kain batik yang telah diatur sedemikian rupa dan panjangnya sampai paha.

Alas kaki yang selaras adalah sepatu pantofel. Untuk mengesankan bangsawan berkelas, disematkan arloji emas. Terakhir, penutup kepala berupa peci untuk menambah kesan berwibawa.

Asal Usul Pakaian Adat DKI Jakarta

Foto: Baju Demang Pakaian Adat Betawi (Orami Photo Stocks)

DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia memiliki ragam pakaian adatnya yang unik.

Biasanya, di hari ulang tahun Jakarta pakaian adat Betawi pun akan ikut ditampilkan.

Presenter televisi hingga petugas pelayanan umum juga akan menggunakan pakaian adat Betawi untuk merayakan ulang tahun tahun Ibu Kota.

Pakaian adat itu sendiri adalah ciri setiap daerah yang mempertunjukan model, warna, hiasan, dan motif yang berbeda-beda.

Percampuran budaya asli dan budaya asing, seperti India, Arab, dan Cina telah memberi warna tersendiri pada pakaian adat Betawi.

Suku Betawi adalah masyarakat lokal yang merupakan keturunan asli penduduk Kota Batavia.

Awalnya, DKI Jakarta dikenal dengan sebutan Kota Batavia saat masa penjajahan Belanda.

Nama Betawi berasal dari kata Batavia, lalu berubah menjadi Batawi, dan kemudian Betawi.

Saat ini, suku Betawi banyak tinggal di area Jabodetabek dan sekitarnya.

Apakah Moms termasuk salah satu suku Betawi asli?

Baca Juga: 35 Wisata Jakarta, Terpopuler dan Cocok untuk Keluarga

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Belanja di App banyak untungnya:

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pakaian pengantin Betawi adalah busana pengantin beserta tata cara mengenakan baju adat yang berasal dari DKI Jakarta.[1] Pakaian adat Betawi yang dikenakan para pengantin merupakan hasil perpaduan antara budaya Tionghoa, Arab, dan Barat. Oleh karena itu, pakaian pengantin ini memiliki nama yang unik, yaitu Dandanan Care Haji bagi pakaian pengantin pria Betawi dan Dandanan Care None Pengantin Cine untuk pengantin wanita Betawi.[2]

Bagian ini memerlukan

. Anda dapat membantu dengan

Pakaian Dandanan Care Haji yang dipakai pengantin laki-laki ketika pernikahan meliputi jubah berwarna cerah dan tutup kepala yang disebut sorban atau topi alpie. Sorban tersebut berwarna emas dengan manik-manik cerah.[3] Dandanan Care Haji merupakan pakaian pengantin tradisional pria khas Betawi, Jakarta. Pakaian ini digunakan oleh calon pengantin laki-laki yang terdiri dari:[4]

Dandanan Care None Pengantin Cine terdiri atas blus cerah dari bahan satin, bawahan rok berwarna gelap (Kun), serta sebagai pelengkap, di bagian kepala mereka menggunakan kembang goyang bermotif burung hong dengan sanggul palsu dilengkapi cadar di wajah. Dandanan Care None Pengantin Cine merupakan pakaian pengantin tradisional wanita khas Betawi, Jakarta. Pakaian ini digunakan oleh calon pengantin perempuan yang terdiri dari: [5]

Jakarta (ANTARA) - Betawi memiliki banyak budaya yang selalu dilestarikan agar tetap bertahan dari generasi ke generasi. Salah satu budaya Betawi yakni baju adat yang sering digunakan oleh kaum pria Betawi.

Baju adat Betawi untuk pria dikenal dengan kesederhanaannya dan memiliki makna budaya dan nilai-nilai filosofis.

Setiap pakaian adat ini memiliki fungsi dan makna tersendiri yang mencerminkan identitas dan tradisi masyarakat Betawi.

Tidak hanya terdiri dari baju dan celana, pakaian adat Betawi juga memiliki perlengkapan lainnya untuk menambah kesan yang menarik dan elegan.

Berikut ini adalah macam-macam baju adat Betawi untuk pria dan perlengkapannya.

Sadaria merupakan baju adat Betawi pria yang mirip dengan baju koko, pada umumnya berwarna putih dan lengan panjang. Biasanya bawahan baju Sadaria memakai celana kain motif batik atau polos.

Baju ini terbuat dari bahan katun atau linen dan memiliki desain sederhana tanpa banyak hiasan.

Sadaria sering kali dikenakan untuk acara keagamaan atau formal. Tak jarang Baju Sadaria digunakan saat acara pernikahan, acara adat, dan festival budaya.

Sadaria mencerminkan kesederhanaan dan kesucian, hal ini sesuai dengan karakter pria Betawi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kesopanan.

Setelan baju pangsi terdapat baju atasan Tikim dan celana bawahan Pangsi.

Bagian atas baju adat Betawi ini dikenal sebagai Baju Tikim. Baju ini berlengan panjang dan berleher bulat berbentuk huruf O.

Baju ini biasanya agak longgar saat dipakai dan dipadukan dengan kaos putih polos sebagai dalaman baju Pangsi. Baju ini awalnya tidak ada kancing, tetapi sekarang terdapat kancing.

Celana Pangsi adalah celana panjang yang dipakai sebagai bawahan baju Tikim. Celana ini umumnya berwarna hitam dan memiliki potongan longgar sehingga memberikan kenyamanan saat dipakai.

3. Pakaian Bangsawan Ujung Serong

Baju Bangsawan Ujung Serong adalah salah satu pakaian adat khas Betawi yang secara khusus digunakan oleh kaum bangsawan atau kalangan atas.

Pakaian Bangsawan Ujung Serong terdiri dari baju jas, celana pantolan, kain songket, penutup kepala, dan aksesoris.

Baju jas tertutup terbuat dari bahan sutra atau beludru. Jas ini juga terdapat kancing di bagian depan dan biasanya jas berwarna hitam.

Jas Ujung Serong dipadukan dengan celana pantalon yang serasi dan kain songket yang dililitkan pada bagian pinggang sampai paha.

Perlengkapan lainnya, pria Betawi biasa mengenakan sepatu pantofel, peci, dan aksesoris bros rantai benggol yang disematkan pada jas bagian dada.

Sarung adalah kain yang dikenakan di pinggang hingga lutut. Dalam tradisi Betawi, sarung sering digunakan sebagai pelengkap baju adat atau saat ibadah sholat.

Sarung biasanya dililitkan di pinggang, di atas Celana Pangsi, digantung ke leher, dan diikat simpul di bagian depan atau samping.

Peci adalah penutup kepala yang selalu dikenakan pria Betawi saat memakai baju adat. Peci berwarna hitam menjadi pilihan, meskipun terkadang warna lain seperti merah juga sering digunakan.

Peci tidak hanya sekadar pelengkap busana, tetapi juga memiliki makna simbolis. Peci menjadi tanda identitas keislaman dan kesan religius.

Pria Betawi sering kali mengenakan sandal terompah. Sendal ini terbuat dari kayu atau kulit dengan model yang praktis. Umumnya sendal ini dipakai bersamaan dengan Baju Pangsin atau Baju Sandaria.

Sendal Terompah menjadi salah satu ciri budaya yang menggambarkan kesederhanaan, kerendahan hati, dan kejujuran bagi pemakainya.

Pewarta: Putri Atika ChairuliaEditor: Alviansyah Pasaribu Copyright © ANTARA 2024

Pernahkah Moms mendengar tentang keunikan pakaian adat Betawi? Jika belum mengetahuinya cari tahu di bawah ini, yuk Moms!

Meski Jakarta telah mengalami banyak perubahan seiring perkembangan zaman, akar budaya Betawi tetap kokoh dan terpelihara dengan baik.

Salah satu bukti nyatanya adalah keberlanjutan tradisi mengenakan pakaian adat Betawi, yang masih sering terlihat dalam berbagai acara penting, baik di kalangan pekerja pemerintah maupun pelajar di Jakarta.

Penasaran untuk mengetahui lebih dalam tentang kekayaan budaya ini? Yuk, jelajahi lebih lanjut keunikan pakaian adat Betawi yang penuh dengan sejarah dan makna di artikel ini!

Baca Juga: 10 Budaya Jakarta yang Wajib Diperkenalkan pada Anak

Sekilas Mengenai Betawi

Suku Betawi merupakan orang-orang yang merupakan keturunan dari penduduk di Kota Batavia. Kota ini merupakan nama lama Kota Jakarta saat berada dalam masa penjajahan Belanda. Nama Betawi sendiri berasal dari Batavia, lalu berubah menjadi Batavia, Batawi dan kemudian menyesuaikan lidah masyarakat lokal menjadi Betawi. Saat ini, suku Betawi banyak tinggal di area Jabodetabek dan sekitarnya. Secara biologis, suku ini sebenarnya perpaduan antar etnis karena di Batavia terdapat berbagai macam etnis yang kemudian menikah dan melahirkan keturunan.

Perpaduan antaretnis tersebut berasal dari suku lain yang merantau ke Batavia seperti suku Jawa, Sunda, Melayu, Bugis, Batak, Tionghoa, Arab, Inggris, Belanda, Portugis, Ambon, Bali, dan lain-lain. Secara keseluruhan, baik dari tradisi, budaya, kebiasaan, kesenian, kuliner, suku Betawi banyak terinspirasi dari Melayu, Islam, dan Tionghoa. Terlebih corak Melayu dan Islam sangat kental di sana.

Sekarang, keberadaan suku Betawi menjadi minoritas karena banyaknya penduduk luar daerah datang ke Jakarta. Saat ini, suku ini, baik orangnya ataupun budayanya, agak terpinggirkan dari kehidupan sehari-hari warga Jakarta. Untuk mengatasi hal itu, di Jakarta didirikan cagar budaya yang berada di Situ Babakan.

Pakaian Pengantin Betawi

Sesuai namanya, Pakaian Pengantin Betawi diperuntukkan pasangan yang menikah. Seperti pakaian pengantin di daerah lainnya, Pakaian pengantin Betawi ini memiliki ciri khas dan keistimewaan pakaian adat lain dari daerah yang sama. Karena pernikahan adalah peristiwa yang sakral.

Pakaian pengantin Betawi ini merupakan perpaduan dari budaya Arab, China, India, dan Eropa sehingga tidak heran jika pakaian adat Betawi satu ini memiliki model yang cukup unik. Untuk pria, pakaian pengantinnya bernama Dandanan Care Haji. Sementara untuk wanita, pakaian pengantinnya bernama Dandanan Care None Pengantin Cine.

Bagaimana setelan pakaian pengantin tersebut? Yuk Grameds kita bahas agak dalam di bawah ini.

Pakaian ini terdiri atas jubah panjang yang berwarna cerah dan penutup kepala berupa surban. Warna surban menyesuaikan dengan warna jubah dan dihiasi dengan manik-manik cerah. Di bagian depan sebelah kiri terdapat untaian bunga melati yang menjuntai hingga bahu.

Pakaian untuk mempelai wanita ini terdiri dari dari banyak jenis, mulai dari pakaian atas, bawahan, mahkota, dan perhiasan. Di bawah ini akan kita bahas satu per satu bagiannya.

Baju bagian atas berupa blus yang terbagi beberapa model, yang terkenal model baju kurung Melayu dan model Shanghai China. Tuaki tampak gemerlap dan penuh dengan kemilau. Baju ini juga dihiasi dengan manik-manik keemasan terutama pada sekitar dada, bahu, dan kedua ujung lengan.

Padanan dari Tuaki yang menjadi bawahan ini berupa rok yang bentuknya melebar di bagian bawahnya. Panjangnya hingga mata kaki wanita yang mengenakannya. Kun seringkali juga dihiasi dengan benang tebar dengan warna dan kombinasi yang sesuai dengan atasannya.

Aksesoris ini terbuat dari beludru yang dihiasi logam dengan motif bunga tanjung. Teratai merupakan perhiasan yang diletakkan di bahu dan dada sehingga keduanya tertutup. Jumlahnya ada delapan lembar yang disusun secara simetris sehingga terlihat rapi dan estetik.

Konon, tusuk konde ini mirip dengan huruf lam dalam Bahasa Arab yang melambangkan keesaan Allah dalam agama Islam. Tusuk konde ini dipakai dengan cara menusukkannya pada siangko kecil penutup simpul tali cadar.

Siangko bercadar merupakan penutup wajah seperti cadar meski tidak menutup wajah seluruhnya. Pada umumnya, Siangko ini terbuat dari emas atau perak dan panjangnya 30 cm menjuntai ke bawah di depan wajah.

Siangko melambangkan kesucian seorang gadis yang terjaga dengan baik. Tidak hanya itu, dari Siangko yang digunakan, status sosial pengantin dapat dikenali. Bila pengantin menggunakan Siangko, biasanya yang menikah merupakan orang kalangan menengah ke atas.

Hiasan ini juga dikenal dengan sebutan kembang besar yang jumlah empat buah namun bentuknya juga mirip dengan burung Phoenix. Jika kita ingat tentang burung legenda ini, ia suka terbang tinggi ke angkasa dan suka bersiul dengan indah sebagai simbol kebahagiaan.

Dengan demikian, kedua mempelai diharapkan bisa bahagia dalam menjalani hidup berumah tangga.

Konon, sumping ini jika dipakai oleh pengantin yang sudah tidak gadis alias perawan, maka mempelai wanita akan mengalami pusing bahkan parahnya bisa sampai pingsan.

Perpaduan antara anting dan giwang yang dijadikan satu sebagai perhiasan telinga mempelai wanita.

Grameds, akhirnya kita sudah selesai membahas pakaian adat Betawi. Jangan lupa ya, jika Anda mencari #SahabaTanpaBatas dalam menyelami ilmu pengetahuan, Gramedia akan selalu jadi yang terdepan dengan buku-buku terbaik pilihan kami.