Sembilan Naga Slot88

Pandangan Terhadap Naga

Naga, dalam berbagai peradaban dikenal dengan nama dragon (Inggris), draken (Skandinavia), Liong (Tiongkok), dikenal sebagai makhluk superior yang berwujud menyerupai ular, kadang bisa menyemburkan api, habitatnya di seluruh ruang (air, darat, udara). Meskipun penggambaran wujudnya berbeda-beda, tetapi secara umum spesifikasi makhluk tersebut digambarkan sebagai makhluk sakti.

Sosok naga di dunia barat digambarkan sebagai monster, cenderung merusak dan bersekutu dengan kekuatan gelap. Dicitrakan sebagai tokoh antagonis yang seharusnya dihancurkan. Seseorang bisa mendapat gelar pahlawan atau ksatria dengan membunuh naga. Pendek kata, naga adalah ancaman bagi manusia.

Tidak demikian halnya dengan citra naga di peradaban timur. Di Tiongkok, naga dianggap sebagai sosok yang bijaksana dan agung layaknya dewa. Naga adalah satu-satunya hewan mitos yang menjadi simbol Shio. Budaya Minangkabau mengenal dongeng Ngarai Sianok yang diciptakan oleh Sang Naga. Hiasan berbentuk naga juga sangat lekat dengan budaya Jawa, umumnya terdapat di gamelan, pintu candi dan gapura, sebagai lambang penjaga. Masyarakat Dayak juga menggambarkan Naga sebagai penguasa dunia bawah, dan Burung Enggang sebagai penguasa dunia atas. Naga di peradaban timur mendapat tempat terhormat, karena meskipun mempunyai kekuatan dahsyat yang bisa menghancurkan, tetapi tidak semena-mena dan bahkan bisa mengayomi.

Naga atau Ular menurut pandangan kebanyakan Orang Indonesia, dianggap sebagai lambang dunia bawah. Sebelum Zaman Hindu (Neolithicum), di Indonesia terdapat anggapan bahwa dunia ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu dunia bawah dan dunia atas, dan masing-masing mempunyai sifat yang bertentangan. Dunia bawah antara lain dilambangkan dengan bumi, bulan, gelap, air, ular, kura-kura, buaya. Sedangkan dunia atas dilambangkan dengan matahari, terang, atas, kuda, rajawali.[16]

Pandangan semacam itu juga hampir merata di seluruh bangsa Asia. Dalam cerita Mahabarata maupun pandangan kebanyakan Orang Indonesia sendiri sebelum Zaman Hindu, naga atau ular selalu berhubungan dengan air, sedangkan air mutlak diperlukan sebagai sarana pertanian.

Dalam tradisi Tionghoa juga terdapat makhluk bernama Liong atau Lung yang umumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah naga. Makhluk ini digambarkan sebagai ular berukuran raksasa, lengkap dengan tanduk, sungut, dan cakar, sehingga berbeda dengan gambaran naga versi India.

Naga versi Tionghoa dianggap sebagai simbol kekuatan alam, khususnya angin topan. Pada umumnya makhluk ini dianggap memiliki sifat yang baik selama ia selalu dihormati. Naga dianggap sebagai penjelmaan roh orang suci yang belum bisa masuk surga. Biasanya roh orang suci menjelma dalam bentuk naga kecil dan menyusup ke dalam bumi untuk menjalani tidur dalam waktu lama. Setelah tubuhnya membesar, ia bangun dan terbang menuju surga.

Sebagian ilmuwan berpendapat, naga dalam kebudayaan Tionghoa merupakan makhluk khayal yang diciptakan oleh masyarakat zaman dahulu akibat penemuan fosil dinosaurus. Makhluk ini juga dikenal dalam kebudayaan Jepang dengan istilah Ryuu.

Naga dalam shio memiliki arti kebenaran. Arti lain adalah perlindungan dan keperkasaan. Shio naga terdapat pada tahun 2012, 2000, 1988, 1876, 1964, 1952, 1940. Shio naga memiliki kemampuan mulut yang baik dan sayangnya sering membuatnya celaka.

Naga dalam budaya Kalimantan (suku Dayak) dianggap sebagai simbol alam bawah. Naga digambarkan hidup di dalam air atau tanah dan disebut sebagai Naga Lipat Bumi. Naga merupakan perwujudan dari Tambun yaitu makhluk yang hidup dalam air.

Menurut budaya Kalimantan, alam semesta merupakan perwujudan "Dwitunggal Semesta" yaitu alam atas yang dikuasai oleh Mahatala atau Pohotara, yang disimbolkan enggang gading (burung), sedangkan alam bawah dikuasai oleh Jata atau Juata yang disimbolkan sebagai naga (reptil). Alam atas bersifat panas (maskulin) sedangkan alam bawah bersifat dingin (feminim). Manusia hidup di antara keduanya.

Dalam budaya Banjar, alam bawah merupakan milik Puteri Junjung Buih sedangkan alam atas milik Pangeran Suryanata, pasangan suami isteri yang mendirikan dinasti kerajaan Banjar. Setelah berkembangnya agama Islam, maka oleh suku Banjar alam atas dianggap dikuasai oleh Nabi Daud, sedangkan alam bawah dikuasai oleh Nabi Khidir Dalam arsitektur rumah Banjar, makhluk naga dan burung enggang gading diwujudkan dalam bentuk tatah ukiran, tetapi sebagai budaya yang tumbuh di bawah pengaruh agama Islam yang tidak memperkenankan membuat ukiran makhluk bernyawa, maka bentuk-bentuk makhluk bernyawa tersebut disamarkan atau didistilir dalam bentuk ukiran tumbuh-tumbuhan.

Mitos dan dongeng rakyat tentang naga juga telah tumbuh di dunia Barat sejak berabad-abad silam. Naga dalam dunia Barat digambarkan sebagai kadal raksasa dengan 2 tangan dan 2 kaki serta memiliki sayap besar pula, ia juga memiliki kemampuan untuk menyemburkan lidah-lidah api dan hidup di gua. Naga seperti ini adalah naga yang terlihat dalam film Harry Potter and the Goblet of Fire & Harry Potter and the Deathly Hallows part 2 Naga ini selalu digambarkan suka memangsa manusia.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

6 dari 9 pengusaha yang dianggap sebagai anggota Sembilan Naga.

Sembilan Naga adalah istilah yang merujuk pada sekelompok pengusaha keturunan Tionghoa berpengaruh di Indonesia, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan Orde Baru. Istilah ini sering dikaitkan dengan kekuatan ekonomi dan politik yang besar, meskipun keanggotaan kelompok ini tidak pernah dikonfirmasi secara resmi.

Istilah "Sembilan Naga" muncul pada era Orde Baru, yang dicirikan oleh hubungan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pemerintah[1][2]. Awalnya, istilah ini, yang juga dikenal sebagai 'Gang of Nine', memiliki konotasi negatif dan misterius[1][3][4]. Kelompok ini dikaitkan dengan bisnis gelap seperti judi, narkoba, dan penyelundupan, dan dianggap kebal hukum karena bekingan kuat dari pihak berwenang[1]. Setelah Orde Baru berakhir, konotasi "Sembilan Naga" bergeser menjadi lebih netral, merujuk pada pengusaha-pengusaha yang mendominasi perekonomian Indonesia, yang dianggap sebagai hasil simbiosis mutualisme dengan pemerintah Orde Baru[1].

Tidak ada sumber atau bukti konklusif yang mengidentifikasi anggota Sembilan Naga secara pasti[1]. Meskipun demikian, beberapa nama sering disebut-sebut sebagai anggota potensial, di antaranya[3][5]:

Beberapa pengusaha yang namanya disebut-sebut telah membantah keterlibatan mereka, seperti Tommy Winata, yang menganggapnya sebagai imajinasi yang merugikan[1].

Keberadaan "Sembilan Naga" menunjukkan konsentrasi kekuatan ekonomi dan politik di tangan segelintir pengusaha[1]. Dominasi mereka tercermin dalam berbagai sektor penting seperti perbankan, properti, manufaktur, dan retail[1]. "Sembilan Naga" dianggap telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama selama era Orde Baru, dengan investasi besar-besaran mereka di berbagai sektor[4]. Namun, dominasi mereka juga memunculkan kekhawatiran tentang praktik monopoli, kesenjangan ekonomi, dan kurangnya persaingan yang sehat[4].

Belanja di App banyak untungnya:

Raja Melewar atau Raja Malewa adalah seorang Raja atau Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan pertama di Semenanjung Malaya. Ia merupakan keturunan Yang Dipertuan Pagaruyung, yang diutus langsung dari Kerajaan Pagaruyung minangkabau untuk menjadi raja di Negeri Sembilan.[1]

Nama lengkapnya adalah Yang Dipertuan Besar Sri Paduka Raja Tuanku Mahmud Syah ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Jalil, Yang diPertuan Besar Negeri Sembilan. Raja Melewar memerintah dari tahun 1773 sampai 1795.

Para pemukim Minangkabau sudah berdiam di Negeri Sembilan sejak abad ke-15. Pada awalnya mereka berada di bawah perlindungan Malaka, dan kemudian Johor. Pada abad ke-18 Johor yang melemah tak mampu lagi melindungi Negeri Sembilan dari serangan orang-orang Bugis. Karena itu para pemuka Negeri Sembilan meminta diberikan raja dari Pagaruyung untuk memerintah mereka. Raja Pagaruyung saat itu, Sultan Abdul Jalil, mengabulkan permohonan itu dan mengutus Raja Melewar untuk menjadi raja di Negeri Sembilan.

Sebelum Raja Melewar bertolak ke Negeri Sembilan, raja Pagaruyung telah memerintahkan seorang kerabat diraja bernama Raja Khatib untuk pergi lebih awal membuat persiapan menyambut Raja Melewar di Negeri Sembilan. Namun sesampainya Raja Khatib di Seri Menanti, dia telah mengaku sebagai anak raja yang dihantar dari Pagaruyung. Penghulu Seri Menanti bernama Penghulu Naam lalu mengawinkan anak perempuannya dengan Raja Khatib.

Sementara itu angkatan Raja Melewar berangkat dari Pagaruyung menuju Tanah Melayu. Bagaimanapun sebelum ke Negeri Sembilan, Raja Melewar terlebih dahulu menghadap Sultan Johor yang kemudiannya menganugerahkan cap mohor dan diberikan kuasa untuk memerintah semua tanah jajahan di Negeri Sembilan.

Selepas pelantikan itu Raja Melewar dan angkatannya berangkat menuju ke Negeri Sembilan melalui Naning. Sampai di Naning, angkatan Raja Melewar telah berpapasan dengan angkatan perang Bugis pimpinan Daeng Kemboja. Pertempuran terjadi dan akhirnya angkatan Bugis dikalahkan dan Daeng Kemboja terpaksa melarikan diri.

Raja Melewar kemudiannya meneruskan perjalanan sehingga sampai di Rembau dan ditabalkan menjadi Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan di Kampung Penajis. Tempat bersemayam Raja Melewar ini sampai sekarang diberi nama Kampung Astana Raja.

Selepas pertabalan itu Raja Melewar memimpin satu angkatan perang untuk menyerang Raja Khatib di Seri Menanti. Penghulu Naam memberontak menentang Yang Dipertuan Besar Raja Melewar. Dalam peperangan itu Penghulu Naam kalah dan dia-pun dihukum pancung. Dengan itu selesailah ketegangan dalam pemerintahan Negeri Sembilan ketika itu.

Pada tahun 1795, Raja Melewar digantikan oleh Tuanku Raja Hitam sebagai Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan berikutnya, yang bertahta dan memerintah dari tahun 1795 sampai 1808. Sebagai Raja ke-II, Tuanku Raja Hitam juga masih diutus langsung dari Kerajaan Pagaruyung.

Naga Stuti (Naga Nagam Ashrayeham)

Bahan : Multiplek 15 mm Ukuran : P. 165 x L. 60 x T. 75 cm Model : Minimalis kombinasi ukiran Bagian top meja lapisan HPL Model Granit Bagian belakang terdapat rak untuk tempat tas Bagian depan meja terdapat ukiran Finishing : Lapisan HPL Merk TACO

SETWAN – Masih adanya Sembilan eks lokalisasi di wilayah Kabupaten Kediri menjadi bahasan serius DPRD Kabupaten Kediri. Sekalipun eks lokalisasi daerah lainya yang bertetangga dengan Kabupaten Kediri sudah bubar namun di Kabupaten Kediri sejauh ini masih bertahan.

Komisi D juga menyoroti jumlah penghuni wisma di Sembilan eks lolalisasi yang mencapai 800 lebih Wanita pekerja Sek (WPS). Sembilan eks lokalisasi di Kabupaten Kediri diantaranya adalah eks Lokalisasi Desa Butuh Kecamatan Kras, Dusun Krian Desa Purwokerto Ngadiluwih.

Eks Lokalisasi Dusun Weru Desa Ringinsari Kecamatan Kandat, Dusun/Desa Tambi Kecamatan Kandangan, Dusun/Desa Dadapan Kecamatan Gampengrejo, Dusun Bong Desa/Kecamatan Gurah, Eks lokalisasi Dusun Bolodewo Desa Wonorejo Kecamatan Wates dan Dusun Jambu Cerme Grogol.

H.Mundhofir Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Kediri berharap Pemkab Kediri melalui Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait untuk memantau terus perkembangan Sembilan eks lokalisasi yang ada. Dampak dari dari bubarnya lokalisasi Guyangan Nganjuk, Pasirharjo Blitar, Semampir Kota Kediri dan Doly Surabaya tetap harus diwaspadai dan penghuni baru dilarang masuk.

“Jika ada eksodus tetap jadi perhatian serius. Karena sangat mungkin dari WPS yang ada memiiliki virus HIV/AIDS dan menular hingga mengembang di Kabupaten Kediri. Kalaupun pada perkembanganya nanti dibubarkan Pemkab Kediri harus memiliki solusi serius dan dipikirkan secara matang,” jelasnya.

Politisi senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) keberadaan Sembilan eks lokalisasi ini juga memiliki peluang berkembangnya beragam penyakit sosial masyarakat. Sekalipun ada saja yang diuntungkan dari bisnis sepanjang abad ini. Seperti warga sekitar yang terimbas bisnis ojek,warung ataupun makanan.

“Ini permasalahan sosial yang perlu dicermati bagi Pemkab Kediri dan kami akan lakukan pantauan terus.  Hal ini untuk mengetahui perkembangan berikutnya,apakah tetap dibiarkan atau dibubarkan seperti daerah lainya. Ini harus mendapatkan perhatian lebih dan mendalam sehingga ada solusi yang cermat,” imbuhnya. (tim)

Untuk kadal naga dunia nyata, lihat

Naga merupakan satu dari makhluk legenda yang memiliki karakteristik serupa reptil yang muncul dalam banyak cerita rakyat berbagai budaya di dunia. Kepercayaan terhadap naga berbeda-beda pada setiap daerah, tetapi naga dalam mitologi barat sejak Abad Pertengahan Atas dideskripsikan sebagai makhluk yang memiliki sayap, tanduk, empat kaki, dan dapat mengeluarkan nafas api. Sedangkan, dalam budaya timur, naga biasanya digambarkan sebagai makhluk tak bersayap, memiliki empat kaki, memiliki bentuk seperti ular dengan kecerdasan yang diatas rata-rata. Selain itu, naga digambarkan memiliki sifat yang merupakan gabungan dari fitur dalam ras felin, aves, dan reptil. Para mahasiswa mempercayai bahwa naga kemungkinan besar merupakan gambaran dari buaya, khususnya dengan karakteristik tempat tinggalnya, yaitu di rawa-rawa ataupun hutam lebat, juga struktur tubuhnya, menjadikan hewan ini sebagai asal-usul penggambaran dari naga Oriental modern.[1][2]

Istilah "naga" merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu nāgá (नाग) yang berarti "ular kobra" yang berasal dari penamaan ular kobra India (Naja naja). Sinonim untuk nāgá adalah phaṇin (फणिन्). Sebetulnya terdapat beberapa kata yang juga berarti "ular" secara umum, dan satu dari yang paling sering digunakan adalah sarpá (सर्प). Terkadang, kata nāgá juga memiliki arti sebagai "ular" secara umum.[3] Kata tersebut memiliki kata asal yang sama dengan snake dalam bahasa Inggris, dan kata snake berasal dari bahasa rumpun Jermanik: *snēk-a-, Proto-IE: *(s)nēg-o- (dengan pergerakan s).

Dalam bahasa Inggris, kata dragon berasal dari bahasa Prancis Kuno yang masuk kedalam bahasa Inggris pada awal abad ke-13, kata dragon tersebut juga berasal dari bahasa Latin: draconem (bentuk normatif dari draco) yang berarti "ular raksasa, naga", dari bahasa Yunani Kuno δράκων, drákōn (bentuk genitif dari δράκοντος, drákontos) "ular laut, ular raksasa".[6] Istilah naga dalam bahasa Yunani dan Latin mengacu pada ular manapun yang berukuran besar dan tidak harus sebagai makhluk mitologi. Kata bahasa Yunani δράκων kemungkinan besar berasal dari kata kerja dalam bahasa Yunani δέρκομαι (dérkomai) yang berarti "Aku melihat", dan menjadi ἔδρακον (édrakon) dalam bentuk aorist.[6] Asal-usul penamaan ini yang kemungkinan menjadi sebutan untuk sesuatu yang memiliki "tatapan yang mematikan"[8] atau mata yang memancarkan cahaya yang tidak biasa[9] ataupun "tajam",[10][11] juga bisa berarti untuk menggambarkan mata ular yang kelihatannya selalu terbuka dan setiap dari mata tersebut bisa melihat menembus kelopak matanya yang transparan dan bersisik, yang tertutup secara permanen. Kata dalam bahasa Yunani tersebut juga kemungkinan berasal dari basis kata *derḱ- dalam bahasa Indo-Eropa yang berarti "melihat"; dan akar kata bahasa Sansekerta दृश् (dr̥ś-) yang juga berarti "melihat".[12]

Apep; Nama/ejaan lain: Apophis merupakan sebuah makhluk berwujud ular dalam mitologi Mesir, makhluk tersebut tinggal di Duat yang merupakan dunia bawah Mesir. Artefak tersebut ditulis pada sekitar 310 SM pada serat papyrus Bhemner-Rhind dan sekaligus menjadi salah satu bukti dari kisah Mesir yang menyatakan bahwa terbenamnya matahari disebabkan oleh Ra yang berangkat ke Duat untuk melawan Apep. Dalam beberapa tulisan lain disebutkan, bahwa Apep memiliki panjang delapan orang dewasa dengan kepala yang terbuat dari batu rijang. Badai petir dan gempa bumi diyakini sebagai akibat dari rauman Apep dan gerhana matahari diyakini sebagai akibat dari Apep yang menyerang Ra pada siang hari.